Info Sekolah
Jumat, 01 Des 2023
  • Selamat datang di MA YPPA Cipulus

PENGARUH PENGGANTIAN MEDIA DENGAN KANDUNGAN PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI LALAT TENTARA HITAM (Hermetia illucens L.)

Senin, 14 Oktober 2019 Oleh : YASFI ROBIATUL ADAWIYAH, S.Si

Yasfi Robiatul Adawiyah1, Ida Kinasih1, Ateng Supriyatna1

1Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung 40614

Email: yasfii9@gmail.com

Abstrak: Pada umumnya, penelitian tentang pertumbuhan H. illucens menggunakan satu jenis media pakan, sehingga penelitian ini fokus terhadap efek penggantian media pakan dengan kandungan protein yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sukses reproduksi H. illucens. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan sukses reproduksi H. illucens yang dipelihara pada media yang mengandung protein yang berbeda. Metode penelitian ini terdiri atas beberapa perlakuan yaitu: media pakan ayam, limbah ampas tahu, limbah buah-buahan, limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan, dan limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu.  Pergantian media pakan pada perlakuan dari limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan dan dari limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu dilakukan setelah larva berusia 16 hari. Setiap ulangan berisi 100 ekor larva yang diberi media pakan sebanyak 100 gram. Parameter yang diamati yaitu laju pertumbuhan, jumlah jantan dan betina, fertilitas, dan fekunditas. Pengamatan pertumbuhan dan penggantian media pakan dilakukan 3 hari sekali. Pengamatan fekunditas dan fertilitas dilakukan dengan cara mengawinkan 80 pasang H. illucens pada setiap perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji ANOVA, jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan dengan tarap signifikasi 5%. Hasil penelitian menunjukan limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan merupakan perlakuan terbaik ditunjukan dengan nilai laju pertumbuhan (panjang 18,49 mm, lebar 4,67 mm, dan bobot 129 mg), jumlah jantan 198 ekor, jumlah betina 220 ekor. Selain itu nilai fekunditasnya 230 butir/betina, dan fertilitas sebanyak 93%. Simpulannya pergantian media dari limbah ampas tahu (protein tinggi) ke limbah buah-buahan (protein rendah) merupakan media yang paling efektif, sehingga berpotensi untuk dikembangkan.

Kata Kunci: Ampas tahu, buah-buahan, H. illucens, protein.

  1. PENDAHULUAN

Larva H. illucens dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penanganan limbah organik karena larva H. illucens dapat bersifat sangat rakus dan dapat menurunkan volum massa sampah dan kotoran sampai 42-56% (Lalander, 2013). Larva H. illucens mengandung protein dan lemak yang tinggi, serta mengandung asam amino esensial yang lengkap sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan nutrisinya sangat baik (Bondari, 1981). Larva H. illucens adalah salah satu pakan alternatif yang memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai sumber protein. Makanan yang mengandung protein kasar lebih dari 19%, makanan tersebut dapat digolongkan sebagai bahan makanan sumber protein (Murtidjo, 2001).

Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengkultur larva H. illucens sebagai pakan alami agar dapat mengurangi biaya produksi pakan. Akan tetapi pada umumnya media kultur yang digunakan adalah dari satu jenis limbah. Pada penelitian ini akan mencoba untuk menggunakan media dari jenis yang berbeda pada saat pemeliharaannya, sehingga diharapkan akan menghasilkan pertumbuhan H. illucens yang optimum. Media yang digunakan yaitu media yang memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu ampas tahu dan media yang memiliki kandungan protein yang rendah yaitu buah-buahan. Memilih media ampas tahu karena ampas tahu masih memiliki kandungan protein yang sangat tinggi dan masih mengandung air. Sedangkan media yang memiliki protein rendah yaitu dengan menggunakan buah-buahan karena limbah buah buah-buahan mudah didapatkan dan tidak memerlukan biaya untuk mendapatkannya serta kesediaannya cukup berlimpah. Jika jumlah protein pada media tinggi maka akan berpengaruh positif pada kualitas dan kuantitas protein. Protein yang terkandung pada tubuh larva berasal dari media tumbuhnya, karena larva H. illucens membentuk protein pada tubuhnya berasal dari media tumbuhnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertumbuhan dan sukses reproduksi H. illucens yang dipelihara di media yang mengandung protein yang berbeda.   

  • METODELOGI PENELITIAN
    • Waktu dan tempat

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Entomologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Waktu penelitiannya dari bulan Januari 2018 – Maret 2019.

  • Alat dan bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu nampan, cup ukuran 100 ml, jangka sorong digital, penggaris, neraca analitik, sendok, pinset, pisau, kandang H. illucens ukuran 30 cm x 30 cm, toples, kain, baskom, kulkas, gelas ukur 1 liter, kayu, kardus, sarung tangan, masker, camera dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu plastik larva H. illucens, pakan ayam, limbah ampas tahu, limbah buah-buahan (pisang, alpukat, papaya dan manga), plastik putih, karet, tissue, tumbuhan, alkohol, dan air.

2.3. Rancangan Percobaan

Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan, 6 ulangan untuk setiap perlakuannya dengan bobot masing-masing media tumbuh yaitu 100 g dan berisi 100 larva pada setiap cupnya. Adapun perlakuannya yaitu:  Perlakuan A: media pakan ayam (kontrol positif), B: media ampas tahu (kontrol negatif), C: media buah-buahan (kontrol negatif), D: media dengan protein tinggi (ampas tahu) kemudian diganti media dengan protein rendah (buah-buahan), E: media dengan protein rendah (buah) kemudian diganti media dengan protein tinggi (ampas tahu).

  • Prosedur kerja
  • Laju pertumbuhan

Pengukuran panjang dan diameter larva H.illucens dengan menggunakan jangka sorong setiap 3 hari sekali diambil 20 ekor pada setiap perlakuannya. Perhitungan bobot larva H. illucens dengan cara ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sebanyak 5 ekor pada setiap perlakuannya.

  • Mortalitas

X 100%

  • Perhitungan Jumlah Jantan dan Betina

Dilakukan dengan cara melihat pada ujung abdomen lalat H. illucens. Lalat betina itu jika ujung nya terlihat seperti ada 2 sisiran yang berbentuk huruf v. Sedangkan jika lalat jantan itu jika ujung terlihat seperti banyak sisirannya.

  • Fekunditas
  • Fertilitas
  • HASIL PENGAMATAN
    • Laju Pertumbuhan Larva H. illucens

Pengamatan laju pertumbuhan ini meliputi pengukuran panjang tubuh larva, lebar tubuh larva, dan bobot tubuh larva H. illucens. Pengamatan laju pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung protein yang berbeda. Setiap perlakuan berisi 100 ekor larva yang diberi media pakan sebanyak 100 g. Pengamatan laju pertumbuhan dan penggantian media pakan dilakukan setiap 3 hari sekali. Penggantian jenis media pakan pada perlakuan limbah ampas tahu-limbah buah-buahan dan limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu dilakukan setelah larva berusia 16 hari.

  1. Panjang Larva H. illucens.

Panjang larva merupakan salah satu parameter yang diamati. Panjang tersebut merupakan salah satu tanda bahwa pada larva tersebut mengalami pertumbuhan, seperti yang terlihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pertumbuhan panjang larva H. illucens

PERLAKUANPANJANG (mm)
A (Hari ke 15)19,89 ± 0,14a
B (Hari ke 15)18,47 ± 0,05b
C (Hari ke 18)18,22 ± 0,11b
D (Hari ke 15)18,49 ± 0,06b
E (Hari ke 18)18,90 ± 0,33b

Keterangan: Perlakuan A= Pakan ayam, B = Limbah ampas tahu, C= Limbah buah-buahan, D = Limbah ampas tahu ke Limbah buah-buahan, dan E = Limbah buah-buahan ke Limbah ampas tahu. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dan huruf yang sama tidak berbeda nyata secara statistik dengan analisa ANOVA diikuti uji lanjut Duncan (p ˂ 0,05).

Pertumbuhan panjang tertinggi terdapat pada perlakuan media pakan ayam dengan panjang rata-rata 19,89 mm, setelah itu pertumbuhan panjang yang ke 2 yaitu pada perlakuan media limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan dengan nilai rata-rata 18,49 mm. Sedangkan pertumbuhan panjang rata-rata terendah terdapat pada perlakuan limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu dengan nilai rata-rata 18,22 mm. Hal ini terjadi karena protein yang terkandu ng pada media berbeda-beda, sehingga pertumbuhan panjang larva berbeda-beda. Pakan ayam memiliki kandungan protein dan lemak yang tinggi sehingga pertambahan panjang larva sangat baik. Sehingga banyak sekali peneliti yang menggunakan pakan ayam sebagai media tumbuh larva. Menurut Kusuma (2016) kandungan lemak pada pakan ayam BR 1 mempunyai kandungan protein min 21 % dan lemak 3-7 % dan pakan ayam BR 2 mempunyai kandungan protein min 19 % dan lemak 3-8 %. Dengan demikian penelitian ini sesuai dengan pernyataan Boorman (1980) dalam Jisril(2017) mengatakan bahwa semakin tinggi kandungan protein, semakin banyak pula protein yang terkonsumsi sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan terpenuhi.

  • Lebar Larva H. illucens

Lebar juga merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan pada larva H. illucens dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. pertumbuhan panjang lebar H. illucens

PERLAKUANLEBAR (mm)
A(Hari ke 15)5,02± 0,06a
B(Hari ke 15)4,67 ± 0,05b
C(Hari ke 18)4,57 ± 0,07b
D(Hari ke 15)4,67 ± 0,03b
E(Hari ke 18)4,62 ± 0,09b

Perlakuan A= Pakan ayam, B = Limbah ampas tahu, C = Limbah buah-buahan, D = Limbah ampas tahu ke Limbah buah-buahan, dan E= Limbah buah-buahan ke Limbah ampas tahu. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dan huruf yang sama tidak berbeda nyata secara statistik dengan analisa ANOVA diikuti uji lanjut Duncan (p ˂ 0,05).

Pada tabel 3.2. lebar tubuh larva H. illucens mengalami pertambahan pada setiap waktu pengamatannya sebelum pergantian media. Lebar larva yang paling tinggi terdapat pada perlakuan media pakan ayam dengan nilai rata-rata 5,16 mm. Setelah itu lebar tubuh larva H. illucens yang ke 2 yaitu terdapat pada perlakuan limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan dengan nilai rata-rata 4,67 mm. Sedangkan lebar tubuh larva H. illucens yang paling rendah terdapat pada perlakuan limbah buah-buahan dengan nilai rata-rata 4,57 mm. Pada media limbah buah-buahan larva H. illucens masih bisa tumbuh dan berkembangbiak, dikarenakan pakan utama larva adalah sisa-sisa atau hancuran bahan organik yang masih tersedia didalam media kultur dan mengandung nutrisi. Karena tingginya bahan organik pada media akan meningkatkan jumlah bakteri dan jumlah partikel organik. Selain itu media limbah buah-buahan kandungan seratnya 10,32% lebih besar dibandingkan dengan kandungan proteinnya 7,61%, sehingga akan berpengaruh terhadap daya cerna protein dalam tubuh larva menjadi berkurang. Menurut Wahyu (2004), media dengan kandungan serat yang tinggi akan mengeluarkan eksketa yang lebih banyak, hal ini sebabkan oleh kandungan serat kasar tidak dapat mengeluarkan ekskreta dan zat-zat makanan yang dapat dicerna. Sehingga menyebabkan berkurangnya masukan protein yang dicerna. Menurut Supriyatna (2017) larva H. illucens memiliki aktivitas selulotik karena terdapat bakteri di dalam ususnya. Adanya bakteri di dalam usus larva dapat membantu larva dalam mengkonversi limbah organik yang ada di dalam ususnya.

  • Bobot Larva H. illucens

Bobot adalah berat suatu organisme yang telah mengalami pertumbuhan. Selama penelitian diketahui bobot yang tertinggi dari semua perlakuan terdapat pada perlakuan media pakan ayam dengan berat bobot 154 mg.  pada perlakuan media pakan ayam diikuti dengan perlakuan media limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan dengan nilai rata-rata 118 mg. Selain itu nilai bobot yang paling rendah terdapat pada perlakuan media limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu dengan nilai rata-rata 102 mg. Hal ini terjadi karena pada perlakuan limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu walaupun kandungan protein pada larva bertambah tetapi tidak dengan lemak yang ada pada tubuh larva tidak bertambah jika dibandingkan dengan larva limbah buah-buahan. Larva yang muda memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, jika dibandingkan dengan larva yang tua. Hal ini diduga karena pertumbuhan sel struktural berkembang lebih cepat pada saat larva masih muda. Selain itu pertambahan berat bobot larva terjadi karena pada media tersebut terdapat nutrisi yang cukup untuk memacu pertumbuhan larva dan tingginya bahan organik pada media akan menghasilkan jumlah partikel organik yang tinggi hasil dekomposisi oleh bakteri (Wibisono, 2016). Adapun data berat larva pada semua perlakuan dapat dilihat pada tabel 3.3.

                                    Tabel 3.3. Bobot Larva H. illucens pada akhir pengamatan

PERLAKUANBerat akhir larva (mg)Waktu pertumbuhan (Hari)Durasi perlakuan (Hari)
A(Hari ke 15)134 ± 0.52a21,00 ± 0,00b15,00 ± 0,00b
B (Hari ke 15)124± 0,32c21,00 ± 0,00b15,00 ± 0,00b
C (Hari ke 18)110± 0,23c23,00 ± 1,00a18,00 ± 1,00a
D(Hari ke 15)129± 0,67b21,00 ± 0,00b15,00 ± 0,00b
E(Hari ke 18)119± 0.45c23,00 ± 1,00a18,00 ± 1,00a

Perlakuan A= Pakan ayam, B= Limbah ampas tahu, C= Limbah buah-buahan, D= Limbah ampas tahu ke Limbah buah-buahan, dan  E= Limbah buah-buahan ke Limbah ampas tahu. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dan huruf yang sama tidak berbeda nyata secara statistik dengan analisa ANOVA diikuti uji lanjut Duncan (p ˂ 0,05).

Pada media pakan ayam medianya mengandung air yang rendah dan lemak yang tinggi sebesar 7,37% sedangkan pada media buah-buahan megandung air yang tinggi dan lemak yang rendah sebesar 4,12%. Selain itu pakan ayam juga mengandung karbohidrat yang sangat tinggi sebesar 62,44%, sehingga pakan ayam menghasilkan panjang larva, lebar larva dan bobot larva yang sangat baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachmawati (2010), bahwa bobot tubuh kan terus bertambah saat larva sampai prepupa, karena pada saat prepupa H. illucens sudah tidak melakukan lagi aktivitas makan sehingga ada kecenderungan bobotnya sedikit berkurang pada saat memasuki fase pupa. Kualitas media pakan dilihat dari kandungan lemak, protein dan karbohidrat yang menjadi sumber energi bagi larva. Sehingga kualitas media berpengaruh terhadap kandungan gizi pada larva H. illucens sehingga menyebabkan perbedaan produksi berat larva yang dihasilkan (Katayane, 2014). Pada fase larva H. illucens akan terus makan hingga energi (lemak yang ada pada tubuh larva) yang nantinya akan dipergunkan untuk perkembangan pada fase pupa dan fase dewasa, karena sumber energi yang digunakan pada saat fase pupa dan fase dewasa hanya berasal dari cadangan nutrisi dalam tubuhnya saja, sehinggga ada kecenderungan bobot larva bertambah setiap harinya. Menurut Chapman, (2013) nutrisi yang cukup harus disimpan dalam lemak tubuh selama fase larva untuk mendukung perkembangan jaringan dewasa. Lemak tubuh larva disimpan sebagai cadangan makanan dan sebagai pemanfaatan energi ketika akan memasuki tahapan pupa dan dewasa.

  • Mortalitas Larva H. illucens

Mortalitas atau tingkat kematian pada larva H. illucens merupakan nilai persentase dari setiap perkembangan larva H. illucens yang tidak dapat bertahan hidup. Mortalitas merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan serangga. Tingginya mortalitas pada suatu perkembangan merupakan faktor pembatas dalam mengontrol perkembangan populasi serangga. Pengamatan mortalitas dilakukan setiap 3 hari sekali setiap pergantian media pakan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 3.2. Mortalitas Larva H. illucens pada Setiap Perlakuan Selama 18 Hari

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan tingkat mortalitas larva H. illucens sebesar 10,75 -19,87%. Bila dilihat dari gambar 4.tingkat mortalitas yang paling rendah terdapat pada perlakuan media pakan ayam 10,75%, karena pakan ayam mengandung kadar air yang sangat rendah yaitu 5,84%. Sedangkan tingkat mortalitas yang paling tinggi terdapat pada perlakuan media limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu 19,87%. Hal ini dipengaruhi oleh media limbah buah-buahan mengandung kadar air lebih tinggi yaitu sebanyak 21,28% dibandingkan dengan media pakan ayam sebanyak 5,84% dan media limbah ampas tahu sebanyak 7,44%. Selain dipengaruhi oleh kandungan air pada media tumbuh larva, tingkat mortalitas juga dipengaruhi dengan kandungan protein. Media yang mengandung protein yang rendah akan menyebabkan tingginya tingkat mortalitas pada larva. Menurut Hakim (2017) menyatakan bahwa semakin tingginya kandungan protein di dalam media tumbuh dan semakin rendahnya air didalam media tumbuh akan menyebakan tingginya tingkat kelulus hidupan.

  • Jumlah Jantan dan Betina pada Lalat H. illucens

Pengamatan jumlah jantan dan betina ini dilakukan dengan cara melihat pada ujung abdomen atau ekor lalat H. illucens. Berdasarkan jenis kelaminnya, lalat betina umumnya memiliki daya tahan hidup yang lama, jika dibandingkan dengan lalat jantan (Tomberlin, 2009). Hasil dari perhitungan jumlah jantan dan betina ini dapat dilihat pada gambar 3.3 dibawah ini:

Gambar 3.3.Jumlah jantan dan betina lalat H. illucens

Pada gambar 3.3 jumlah jantan yang paling banyak terdapat pada perlakuan limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan sebanyak 198 ekor sedangkan jumlah jantan yang paling sedikit terdapat pada perlakuan limbah buah-buahan ke limbah ampas tahu sebanyak 152 ekor. Hal ini dikarenakan limbah buah-buahan mengandung protein dan lemak yang sangat rendah sehingga mempengaruhi jumlah lalat jantan dan lalat betina. Menurut Zarkani, (2012) kualitas media pertumbuhan larva juga berpengaruh terhadap pupa yang menetas menjadi lalat jantan dan lalat betina. Pada media yang mengandung nutrisi yang kurang cukup atau nutisinya terbatas, lalat jantan akan menetas pada media tersebut dan akan memiliki umur yang lebih pendek.

Jumlah betina yang paling banyak terdapat pada perlakuan limbah ampas tahu ke limbah buah-buah sebanyak 220 ekor, sedangkan jumlah betina yang paling sedikit terdapat pada perlakuan limbah buah-buahan sebanyak 147 ekor. Lalat betina memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap protein dibandingkan dengan lalat jantan. Karena protein tersebut akan digunakan untuk memproduksi telur dan mengembangkan telurnya (Chapman, 2013). Lalat dewasa akan mati jika kebutuhan nutrisi lalat dewasa pada kandungan lemak yang disimpan pada saat masa larva habis (Makkar et al. 2014).

  • Fekunditas H. illucens

Fekunditas merupakan jumlah telur yang diletakan oleh betina. Pengamatan fekunditas lalat H. illucens dilakukan pada kandang yang berukuran 30 cm x 30 cm yang didalam kandang tersebut terdapat 20 ekor lalat H. illucens jantan dan 20 ekor lalat H. illucens betina. Lalat H. illucens betina meletakkan telurnya (oviposisi) ditempat yang cocok, aman dari serangan predator dan terdapat atau dekat dengan sumber makanan sebagai kebutuhan bagi kelangsungan hidup larva yang menetas. Nilai fekunditas didapatkan dari jumlah telur yang didapatkan dibagi dengan jumlah betina yang meletakkan telur. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4. Jumlah Fekunditas Telur H. illucens

Nilai fekunditas yang paling tinggi terdapat pada perlakuan limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan dengan jumlah telur 230 butir/betina. Sedangkan nilai fekunditas yang paling rendah terdapat pada perlakuan limbah buah-buahan) dengan jumlah telur 212 butir/betina. Jumlah telur berbanding lurus dengan ukuran tubuh lalat dewasa. Lalat betina dewasa  yang memiliki ukuran tubuh yang kecil biasanya kurang subur jika dibandingka dengan lalat betina dewasa yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan ukuran sayap lebih lebar biasanya lebih subur (Gobbi, 2013). Jumlah telur yang diproduksi oleh lalat berukuran tubuh besar lebih banyak dibandingkan dengan lalat berukuran tubuh kecil.

  • Fertilitas Telur H. illucens

Fertilitas telur merupakan jumlah telur yang menetas dari jumlah telur total yang didaptkan. Pengamatan fertilitas dilakukan ketika larva berusia 3 hari setelah menetas (gambar 3.5). Menurut Fahmi, dkk. (2010), waktu perkembangan telur untuk menjadi larva terjadi sekitar 3-4 hari, sedangkan menurut Katayane (2014) telur H.illucens akan menetas sekitar 3-6 hari.

Gambar 3.5. Fertilitas Telur H. illucens

Nilai fertilitas yang paling tinggi terdapat pada perlakuan  limbah ampas tahu ke limbah buah-buahan sebesar 93%, sedangkan nilai fekunditas paling rendah terdapat pada perlakuan limbah buah-buahan sebesar 71.5%. Menurut Dumalang (2011) sukses reproduksi ditandai dengan keberhasilan sepasang lalat dewasa dalam melakukan perkawinan atau proses kopulasi terjadi secara sempurna yaitu terjadinya proses pembuahan atau perpindahan sperma dari jantan ke betina, sehingga mendapatkan nilai fertilitas yang tinggi yang dihasilkan oleh individu betina.

  • KESIMPULAN

Laju pertumbuhan dan perkembangan H. illucens pada media yang mengandung protein dan lemak tinggi cenderung memiliki ukuran dan bobotnya lebih besar yaitu pada perlakuan pakan ayam dengan nilai rata-rata (panjang 19,89 mm, lebar 5,16 mm dan bobotnya 154 mg) ternyata dengan penggantian media dari ampas tahu ke limbah buah-buahan mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan larva H. illucens (panjang 18,49 mm, lebar 4,67 mm, dan bobot 129 mg) bila dibandingkan dengan pemberian media ampas tahu saja ataupun limbah buah saja. Nilai fekunditas dan fertilitas tertinggi pada perlakuan penggantian media yaitu limbah ampas tahu kemudian diganti dengan limbah buah-buahan sebesar 230 butir/betina dan nilai fertilitasnya sebesar 93%.

  • DAFTAR PUSTAKA

Bondari K, S. D. (1981). Soldier Fly Larvae as Feed in Commercial Fish Production. Journal of Aquaculture.24(10), 3-10.

Chapman, R. (2013). The Insect: Strucure and Fuction. Cambridge University Press.

Dumalang, S. d. (2011). Perilaku Kawin, Uji Respon fan Identifikasi Spesies Lalat Buah pada Buah Belimbing, Ketapang, dan Paria di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Ilmu Pertanian Eugenia. 17 (3), 192-202.

Fahmi. (2010). Manajemen Pengembangan Maggot Menuju Kawasan Pakan Mina Mandiri. Dalam: Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

Gobbi, P. M.S. (2013). The Effect of Larval Diet on Adult Life History Traits of The Black Soldier Fly, Hermetia illucens (Diptera: Stratiomydae). Journal Entomologi. 110 (3), 461-468.

Hakim, A. R. (2017). Produksi Bahan Pakan Ikan dari Larva Hermetia illucens Berbasis Limbah Industri Pengolahan Ikan dan Kajian Keekonomiannya. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Jisril, P. (2017). Konsumsi dan Daya Cerna Protein Kasar dan Serat Kasar Pakan Komplit yang Mengandung Kadar Pulp Kakao yang berbeda pada Kambing Peranakan Etawa. Skripsi: Universitas Hasanudin.

Katayane, F. A. (2014). Produksi dan Kandungan Protein Maggot (Hermetia illucens) Dengan Menggunakan Media Tumbuh Berbeda. Jurnal Zootek.34, 27-36.

Kusuma, H. (2016). Pengaruh Tingkat Pembatasan Pemberian Pakan (Restricted Feeding) Terhadap Performan Ayam Broiler Jantan. Jurnal Sains Peternakan , 43-51.

Lalander C, D. S. (2013). Faecal Sludge Management With the Larvae of the Black Soldier Fly (Hermetia illucens) – From a Hygiene Aspect. Science of the Total Environment. 312(8), 458-460.

Makkar HPS, T. G. (2014). State of the art on use of insects as animal feed. . Anim Feed Sci Technol. 197., 1-33.

Murtidjo, B. (2001). Pedoman Meramu Pakan Ikan Kanisius. . Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Rachmawati, D. B. (2010). Perkembangan dan Kandungan Nutrisi Larva Hermetia illucens (Linnaeus) (Diptera: Stratiomyidae) pada Bungkil Kelapa Sawit. Perhimpunan Entomologi Indonesia. 7(1)., 28-41.

Supriyatna, A. R. (2017). Estimasi Pertumbuhan larva lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens) dan Penggunaan Pakan Jerami Padi yang Difermentasi dengan Jamur P. Chysosporium. Jurnal Biodjati. 2(2), 159-166.

Tomberlin, J. D. (2009). Selected Life-History Traits of Black Soldier Flies (Diptera: Stratiomyidae) Reared on Three Artificial Diets. Ann Entomol Soc Am, 379-386.

Wahyu. (2004). Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Wibisono, M. H. (2016). Produksi Daphnia sp. yang Dibudidayakan dengan Kombinasi Ampas Tahu dan Berbagai Kotoran Hewan dalam Pupuk Berbasis Roti Afkir yang Difermentasi. Journal of Aquaculture Management and Technology. , 187-196.

Zarkani A, M. (2012). Teknik Budidaya Larva Hermetia illucens (Linnaeus) (Diptera: Stratiomyidae) Sebagai Sumber Protein Pakan Ternak Melalui Biokonversi Limbah Loading Ramp dari Pabrik CPO. Jurnal Entmol Indonesia. 9, 49-56.

Tulisan Lainnya

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

Video Terbaru